indonesia butuh sosok "PETRUK"
Aku
melihat indonesia sekarang yang layaknya sebuah lakon wayang, lahkok bisa
disamakan lakon wayan, lakon wayang yang seperti apa? “petruk dadi ratu”
mungkin diantara kalian banyak yang masih belum mengerti isi ataupun makna yang
terkandung dalam lakon “petruk dadi ratu (petruk jadi ratu)” Mungkin banyak
yang belum tau apa isi dari lakon tersebut, bahkan orang jawa sekalipun. Ya walaupun
arti yang tersirat dalam lakon petruk dadi ratu sebenarnya adalah pemberontakan
terhadap pemerintah, mengapa kok menjadi artinya pemberontakan?. Ya karena
petruk melihat kekacauan yang kian banyak.
Ingin
tahu apa sebenarnya isi dari lakon (episode) Petruk Dadi Ratu, silahkan simak
penjelasan berikut biar tidah salah kaprah menanggapinya.
Banyak
yang mengartikan lakon Petruk Dadi ratu sebagai sebuah simbol ketidak becusan
seorang pemimpin, atau seorang yang tidak layak menjadi pemimpin dijadikan
pemimpin wal hasil adalah kekacauan. Bisa juga di artikan sebagai khayalan yang
berlebih, lha masak Petruk pengen jadi pemimpin ?, jongos mau jadi Raja. Meski
sebenaranya hal itu tidaklah tepat, karena pada dasarnya Petruk adalah bukan manusia
biasa, Petruk merupakan cerminan dari salah satu pribadi Semar. Kesaktian
Petruk melebihi kesaktian para Dewa dan Penguasa mayapada Baca Tentang Siapa
Petruk. Lantas apa yang mendasari kemudian keluarnya lakon Petruk Dadi ratu ?,
jawabannya adalah kekacauan dan ketidakseimbangan. Segalanya berjalan sudah
tidak pada fitrahnya, sudah tidak pada tempatnya. Dimana Pebisnis menjadi
pejabat, dimana pemuka agama menjadi wakil rakyat, dimana pelawak menjadi wakil
rakyat. Apa yang terjadi jika kuda makan sambal, bahkan doyan sambal ? yang terjadi
adalah keliaran, sang kuda ngamuk. Apa yang terjadi jika kambing suka makan
daging ? yang terjadi adalah kambing menjadi buas. Apa yang terjadi ketika
harimau memakan rumput ? yang terjadi adalah harimau menjadi pengecut.
Dalam
dunia pewayangan, saat gonjang-ganjing sudah sampai pada taraf yang sangat
tidak wajar, para punakawan—Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong—mulai
membangkang. Puncak pembangkangan terjadi ketika Petruk melabrak Kahyangan
Jonggring Saloko (istana para penguasa), mengobrak-abrik dan mendekonstruksi
tatanan yang selama ini dipakai para penguasa serta para elite untuk
berselingkuh dan melakukan manipulasi. Arjuna, sang sang pimpinan yang biasanya
dilayani punakawan, dipaksa mematuhi titah Petruk, sang raja baru. Saat itulah
Petruk membuka seluruh aib para penguasa. Yang perlu disingkapi dalam lakon ini
adalah bukan khayalan seperti versi umum, melainkan adalah Petruk sebagai
pemimpin Revolusi yang menjungkir balikan tatanan khayangan yang pada saat itu
memang sudah sangat kacau. Petruk merevolusi semua tatanan agar kembali pada
tempat yang semestinya. Dan itu hanya dilakukan oleh Petruk dalam 1 malam, hal
ini menyiratkan bahwa Petruk adalah
pribadi yang sadar akan peranannya, setelah semua baik, semua berjalan normal,
maka Petruk kembali kepada peranan awalnya menjadi seorang pengabdi.
Episode Petruk Dadi
Ratu Ini ditutup dengan turunnya Semar mengatasi kondisi :
Petruk
tersenyum mengingat peristiwa itu. “Ah… hanya Hyang Widi yang perlu tahu apa
isi hatiku, selain Dia aku tak perduli” Kembali dia mengayunkan “pecok”nya
membelah kayu bakar. Sambil bersenandung tembang pangkur: “Mingkar-mingkuring
angkoro, akarono karanan mardisiwi, sinawung resmining kidung, sinubo
sinukarto….”
Berikut Ringkasan Kisah
Petruk Dadi ratu.
Sebagai
salah satu punakawan resmi mayapada. Petruk sudah mengabdi kepada
puluhan”ndoro” (tuan), sejak jaman Wisnu pertama kali menitis ke dunia. Hingga
saat Wisnu menitis sebagai Arjuna Sasrabahu, menitis lagi sebagai Rama Wijaya,
menitis lagi sebagai Sri Kresna. Petruk tetap di sini sebagai seorang pengabdi,
karena itu adalah peranan agungnya. Petruk hanya bisa tersenyum kadang tertawa
geli, dan sesekali melancarkan protes akan kelakuan “ndoro-ndoro”
(tuan-tuan)-nya yang sering kali tak bisa diterima nalar. Tapi ya memang hanya
itu peran Petruk di mayapada ini. Dia tidak punya wewenang lebih dari itu.
Meskipun sebenarnya kesaktian Petruk tidak akan mampu ditandingi oleh tuannya
yang manapun juga. Berbeda dengan Gareng yang meledak-ledak dalam menanggapi
kegilaan mayapada, berbeda pula dengan Bagong yang sok cuek dan selalu
mengabaikan tatakrama. Petruk berusaha lebih realistis dalam menyikapi segala
sesuatu yang terjadi. Meskipun nyeri dadanya acapkali muncul saat melihat
kejadian-kejadian hasil rekayasa ndoro-ndoro nya. Petruk sudah hafal betul
dengan model paham kekuasaan di Karang Kedempel dari waktu ke waktu. Kalau mau,
sebenarnya bisa saja Petruk mengamuk dan menghajar siapa saja yang dianggap
bertanggung jawab atas kesemrawutan pemerintahan. Dengan kesaktiannya, apa yang
tak bisa dilakukan Petruk, bahkan (dulu) pernah terjadi, Sri Kresna hampir saja
musnah menjadi debu dihajar anak Kyai Semar ini. Tapi Petruk sudah memutuskan
untuk mengambil posisi sebagai punakawan yang resmi. Dia sudah bertekad tidak
lagi mengambil tindakan konyol seperti yang dulu sering dia lakukan. Baginya,
kemuliaan seseorang tidak terletak pada status sosial. Pengabdian tidak harus
dengan menempati posisi tertentu. Melinkan pada pengabdiannya terhadap nusa dan
bangsa.
Singkat
cerita Petruk menjelma menjadi Prabu Kanthong Bolong, Petruk melabrak semua
tatanan yang sudah terlanjur menjadi “main stream” model kekuasaan di mayapada.
Dia menjungkirbalikkan anggapan umum, bahwa penguasa boleh bertindak semaunya,
bahwa raja punya hak penuh untuk berlaku adil atapun tidak. Karuan saja, Ulah
Prabu Kanthong Bolong membuat resah raja-raja lain. Bahkan, kahyangan Junggring
Saloka pun ikut-ikutan gelisah. Kawah Candradimuka mendidih perlambang adanya
“ontran-ontran” yang membahayakan kekuasaan para dewa. Maka secara aklamasi
disepakati, skenario “mengeliminir” raja biang keresahan. Persekutuan raja dan
dewa dibentuk, guna melenyapkan suara sumbang yang mengganggu tatanan keyamanan
yang sudah terbentuk selama ini. Hasilnya?, semua usaha untuk melenyapkan suara
sumbang itu gagal total.Bukannya Prabu Kanthong Bolong yang mati. Tapi raja
jadi-jadian Petruk ini malah mengamuk. Siapapun yang mendekat dihajarnya
habis-habisan. Kresna dan Baladewa dibuat babak belur. Batara Guru sang
penguasa kahyangan lari terbirit-birit. Kesaktian dan semua ajian milik
dewa-dewa dan raja-raja, seperti tak ada artinya menghadapi Prabu Kanthong
Bolong. Tahta Jungring Saloka pun dikuasai raja murka ini. Keadaan semakin
semrawut. Sampai akhirnya Semar Bodronoyo turun tangan mengendalikan situasi.
“Ngger,
Petruk anakku!”, Semar berujar pelan, suaranya serak dan berat seperti
biasanya. “Jangan kau kira aku tidak mengenalimu, ngger!” “Apa yang sudah kau
lakukan, thole? Apa yang kau inginkan? Apakah kamu merasa hina menjadi kawulo
alit? Apakah kamu merasa lebih mulia bila menjadi raja? “ “Sadarlah ngger,
jadilah dirimu sendiri“.
Prabu
Kanthong Bolong yang gagah dan tampan, berubah seketika menjadi Petruk.
Berlutut dihadapan Semar. Dan Episode “Petruk Dadi Ratu” pun berakhir. Petruk
tersenyum mengingat peristiwa itu. “Ah… hanya Hyang Widi yang perlu tahu apa
isi hatiku, selain Dia aku tak perduli” Kembali dia mengayunkan “pecok”nya
membelah kayu bakar. Sambil bersenandung tembang pangkur:
“Mingkar-mingkuring
angkoro, akarono karanan mardisiwi, sinawung resmining kidung, sinubo
sinukarto….”
Hahahaha
dan Petruk pun tertawa kembali melakoni perannya sebagai Punakawan Resmi
mayapada ini.
Namun
di indonesia saat ini siapakah yang akan menjadi sosok “Petruk” karna aku lihat
indonesia banyak orang yang tak jujur banyak yang bertameng layaknya pepatah
jawa “Sing Waras Ngalah (Yang normal mengalah)” mungkin karan pepatah itulah
koruptor dinegri ini dengan santainya melahap anggaran untuk asupan Gizi
pribadi mereka.
Komentar
Posting Komentar